Klausula Baku VS Perlindungan Terhadap Konsumen
“Diana yang hendak membeli kado ulang tahun untuk ibunya,
mampir di sebuah mall yang terkenal di kawasan Jakarta Selatan. Karena niatnya
hanya akan membeli kado, ia tidak berlama-lama di mall tersebut. Alangkah
terkejutnya Diana, karena mobil yang di parkir ternyata sudah dalam kondisi
tidak terkunci dan beberapa barang yang ada di mobil hilang. Dengan marah ia
mendatangi operator parkir di mall tersebut. “Saya minta tanggung jawab dari
pihak mall dan pengelola parkir untuk mengganti barang-barang saya yang
hilang,” ujar Diana dengan marah. Pihak mall menganggap bahwa yang bertanggung
jawab dalam hal ini adalah pengelola parkir. Namun setelah Diana mendatangi
pihak pengolola parkir, mereka menolak untuk mengganti kerugian atas dasar
pernyataan yang ada di tiket parkir yaitu ”pengelola parkir tidak
bertanggungjawab terhadap kehilangan kendaraan”. Di Indonesia para pelaku
usaha biasa menggunakan ketentuan klausa baku di dalam kuitansi/ faktur
pembayaran.
1. Apakah
Klausa Baku itu?
Dalam hukum
perjanjian, istilah Klausula Baku disebut juga: “Klausula Eksonerasi”. Dimana
dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan klausa baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Klasula baku ini
banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak, dan dalam
bahasa umum sering disebut sebagai: “disclamer”, yang bertujuan untuk
melindungi pihak yang memberikan suatu jasa tertentu. Seperti jasa penjualan
pada supermarket/mall, bank, jasa angkutan (kereta api, pesawat terbang, kapal
laut), jasa delivery dan lain sebagainya.
2. Apa
saja contoh Klausa Baku?
a)
Formulir pembayaran
tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh
nasabahnya menyatakan bahwa: “ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian
atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau
koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka”.
b)
Kuitansi atau /
faktur pembelian barang, yang menyatakan :“Barang yang sudah dibeli tidak
dapat ditukar atau dikembalikan” ;“Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu
dalam nota penjualan kami batalkan”.
Diana tidak
sendiri di dalam hal ini, banyak juga orang yang mengeluhkan masalah kehilangan
barang atau kendaraan di tempat parkir kepada Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI). menurut artikel di www.ylki.or.id ,selama ini, pengelola
parkir terkesan enggan mengganti kehilangan barang/ kendaraan di area parkir.
Artinya, konsumen harus menanggung sendiri resiko terjadinya kerusakan dan
kehilangan atas kendaraan serta barang-barang didalamnya. Mengapa? Agaknya,
pengelola parkir nyaman berlindung dibawah Perda No.5 Tahun 1999 tentang
Perparkiran, yang mencantumkan klausula baku di setiap tiket/karcis, ”pengelola
parkir tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan kendaraan”.
3. Bagaimana
ketentuan klausa baku menurut UU Perlindungan Konsumen?
Pasal 18
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa
Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang
bagi pelaku usaha, apabila :
1) Menyatakan pengalihan
tanggungjawab pelaku usaha;
2) Menyatakan bahwa pelaku
usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3) Menyatakan bahwa pelaku
usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang
dibeli oleh konsumen;
4) Menyatakan pemberian
kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli secara angsuran;
5) Mengatur perihal
pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli
konsumen;
6) Memberi hak kepada
pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan
konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7) Menyatakan tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan /
atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam
masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8)
Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran.
4.
Bagaimana dengan hak konsumen terhadap hal
ini?
Menurut pasal 4
UU Perlindungan Konsumen, hak konsumen adalah:
a)
Berhak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b)
Hak untuk memilih
barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c)
Hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d)
Hak untuk untuk
didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e)
Hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
f)
Hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen;
g)
Hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h)
Hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
5.
Bisakah konsumen mendapatkan ganti rugi
dengan adanya pernyataan klausa baku yang melemahkan kedudukan konsumen?
Klausula
Baku aturan sepihak yang dicantumkan oleh pelaku usaha di dalam kuitansi,
faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang
sangat merugikan konsumen. Adanya pencantuman Klausula Baku membuat posisi
konsumen sangat lemah / tidak seimbang dalam menghadapi pelaku usaha. Namun hal
ini bukan berarti konsumen tidak dapat berbuat apa-apa. Seperti ada kasus
gugatan David Tobing (pengacara Anny R Gultom, konsumen) melawan PT SPI
(operator Parkir) yang memenangkan konsumen. Dalam putusan Peninjauan Kembali
(PK) perkara No.124/PK/PDT/2007 yang diajukan oleh PT SPI, Mahkamah Agung malah
lebih menguatkan putusan kasasi, dan menolak Peninjauan Kembali yang diajukan
oleh PT SPI. Keputusan Mahkamah Agung mengharuskan pengelola parkir mengganti
kendaraan konsumen yang hilang di area parker Lebih spesifik, keputusan
Mahkamah Agung No. 124 Tahun 2007, yang mengharuskan pengelola parkir mengganti
kendaraan konsumen yang hilang di area parkir. Keputusan MA ini dengan
sendirinya semakin memperkuat posisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengenai
larangan pencantuman klausula baku (pasal 18). Sehingga klausula baku yang
tertera di setiap tiket parkir menjadi tidak berlaku lagi atau gugur.
Dengan
dimenangkannya kasus tersebut diatas menjadi bukti konkrit tidak relevannya
pencantuman klausula baku yang mengalihkan tanggungjawab pelaku usaha. Artinya,
keputusan MA dan UUPK dapat memberi tekanan kepada pengelola parkir yang
berusaha melepas tanggungjawab.
Komentar
Posting Komentar