CONTOH KASUS PELAYANAN KONSUMEN
8 Gugatan Nasabah Bank yang Dimenangkan:
Bukti Kalau Kita Juga Punya Hak Loh!
Ada pepatah lama bangsa Melayu yang mengatakan “Berani karena
benar, takut karena salah”. Artinya kira-kira, orang yang yakin dirinya benar
pasti berani melakukan apa pun untuk membuktikan bahwa dia memang benar.
Sedangkan orang yang merasa bersalah pasti takut berbuat apa pun karena sudah
tahu akhirnya pasti dia yang kalah. Berkaitan
dengan kehidupan masyarakat yang gak bisa lepas dari konflik benar-salah,
pepatah itu berguna banget. Misalnya dalam soal perbankan. Banyak orang yang
ngerasa dirugikan oleh pihak bank dalam suatu masalah, contohnya penarikan
tagihan gelap kartu kredit. Tapi mereka
gak mau menggugat bank yang menerbitkan kartu itu, padahal mereka yakin benar
gak pernah melakukan transaksi yang ditagihkan. Alasannya klise: ah,
mana bisa menang melawan bank?
Padahal
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumendisebutkan konsumen berhak mendapat
advokasi dan perlindungan serta upaya penyelesaian sengketa. Konsumen juga
berhak mendapat kompensasi dan ganti rugi. Jadi, kalau memang yakin pihak bank
yang salah, gugat saja. Kalau masih belum yakin masyarakat bisa menang melawan
bank, ini ada daftar gugatan nasabah bank yang berakhir dengan kemenangan. Baca
satu per satu ya, siapa tahu bisa menginspirasi:
1)
Dadang Achmad
Dadang terbelit
masalah kredit macet di Bank Muamalat Cabang Bogor. Pada 2013, gugatan uji
materinya terhadap Pasal 55 ayat 2 UU Perbankan Syariah dikabulkan Mahkamah
Konstitusi. Dia mempermasalahkan pihak Bank Muamalat yang membawa kasus
kredit macetnya ke Pengadilan Negeri Bogor. Soalnya di ayat 2 pasal itu
disebutkan pihak bank bisa membawa sengketa soal perbankan syariah ke
pengadilan yang dipilih oleh bank itu. Padahal pada ayat 1 pasal yang sama
diatur bahwa masalah perbankan syariah harus diselesaikan di pengadilan agama. Akhirnya
Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Dadang dengan mencabut ayat 2 pasal 55
UU Perbankan Syariah karena dinilai bertentangan dengan konstitusi. Masalah
Dadang pun akhirnya tak jadi diselesaikan di pengadilan negeri, tapi di
pengadilan agama, sesuai dengan putusan nomor 93/PUU-X/2012.
2)
Kemala Atmojo
Pada 2013,
Kemala Atmojo menggugat BCA membayar ganti rugi materiil Rp 210 juta dan
immateriil Rp 5 miliar. Gugatan itu pun dikabulkan sebagian oleh Pengadilan
Niaga Jakarta!. Padahal masalahnya cuma “sepele”: Kemala gagal menarik uang
dari ATM sebesar Rp 1,25 juta, tapi di buku rekeningnya ada catatan penarikan
itu. Gugatan ini berawal dari niatnya mengambil Rp 1,25 juta dari sebuah ATM.
Karena transaksi penarikan di ATM itu gagal, dia beralih ke ATM BCA di
sebelahnya. Transaksi yang kedua ini berhasil. Tapi di buku rekeningnya muncul
catatan penarikan Rp 1,25 juta dua kali pada hari itu. Lalu dia menggugat BCA
karena yakin benar. Akhirnya, Pengadilan Niaga menghukum BCA membayar ganti
rugi materiil Rp 1,25 juta dan immateriil Rp 500 juta kepada Kemala setelah
melihat bukti-bukti, termasuk rekaman CCTV saat Kemala gagal melakukan
transaksi. Putusan ini bernomor 531/PDT.G/2012/PN.JKT.PST Tahun
2013.
3)
Johanna Susyanti
Johanna juga
menang melawan BCA. Gugatannya bermula saat dia mengetahui duit tabungannya
berkurang Rp 9,953 juta tanpa sepengetahuannya pada 2012. Akhirnya dia menelepon
BCA dan diberi tahu ada penarikan sejumlah itu lewat ATM Bank Mega. Dia lalu
menghubungi Bank Mega untuk meminta rekaman CCTV di ATM tersebut sesuai dengan
informasi BCA. Dalam rekaman itu diketahui ada pria tak dikenal yang menarik
duit dari tabungan Johanna. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menilai BCA gagal
melindungi nasabahnya karena ada kesalahan elektronik. Akhirnya, pada 2013,
menurut laporan Kontan.co.id,
BCA divonis mengembalikan uang yang hilang dari tabungan Johanna senilai Rp
9,953 juta.
4)
Sutrisno
Sutrisno
menggugat Bank Mandiri dan menang! Kasus yang dia permasalahkan adalah adanya
tagihan kartu kredit sebesar Rp 8 juta atas namanya. Padahal, dia gak pernah
punya kartu kredit Mandiri. Karena dianggap punya utang, dia gagal terus saat
mengajukan pinjaman usaha ke bank. Sebab dia masuk daftar blacklist Bank
Indonesia akibat tagihan yang belum lunas itu. Gugatan Sutisno dikabulkan
pada 2014. Pengadilan Negeri Solo menghukum Bank Mandiri membayar ganti rugi
sebesar Rp 100 juta atas tagihan kartu kredit siluman itu, sesuai dengan
putusan Nomor 84/Pdt.G/2014/PN Skt Tahun
2014.
5)
Syamsimar
Pada 2010,
Syamsimar dituntut Bank Nagari Cabang Pasaman Barat untuk melunasi kredit usaha
suaminya, yang baru saja meninggal, sebesar Rp 350 juta. Padahal dalam
kesepakatan kredit almarhum suaminya itu ada perjanjian asuransi yang preminya
sudah dibayar 6 kali oleh sang suami. Uang pertanggungan dari asuransi itu bisa
dipakai buat melunasi kredit jika suaminya meninggal. Tapi Bank Nagari ngotot
perjanjian asuransi itu batal karena suami Syamsimar belum melakukan medical
check-up. Yang dipermasalahkan Syamsimar, kalau suaminya belum punya catatan
kesehatan kok pembayaran premi 6 kali diterima bank tersebut. Syamsimar lalu
membawa masalah ini ke Pengadilan Negeri Pasaman Barat. Di pengadilan, Bank
Nagari terbukti bersalah dan divonis menghapus kredit almarhum suami Syamsimar
melalui uang pertanggungan asuransi. Seperti dirilis Sumbaronline.com, pihak bank juga diminta mengembalikan jaminan
kredit berupa aset berharga milik suami Syamsimar senilai total Rp 1,3 miliar.
6)
Victoria S.B.
Kasus Victoria
S.B. lain lagi. Dia menggugat Bank Standard Chartered pada 2014 karena
diintimasi dan dipermalukan oleh debt collector yang disewa bank itu. Kasus ini
bermula ketika Victoria kesulitan melunasi kredit tanpa agunan ke StandChart.
StandChart lalu menyewa jasa debt collector dari PT Total Target Nissin buat
menagih pembayaran kredit ini. Victoria lalu ditelepon dan dikirim SMS bernada
acaman. Bahkan masalah kredit ini diumumkan ke kantor Victoria, sehingga dia
merasa dipermalukan. Lalu dia menuntut StandChart membayar ganti rugi Rp 5
miliar karena penggunaan debt collector dinilai melanggar hukum. Di tingkat
pengadilan negeri, StandChart kalah dan dihukum membayar Rp 10 juta. Di tingkat
pengadilan tinggi, vonisnya diperberat menjadi Rp 500 juta. Dan, ujungnya, di
Mahkamah Agung, menurut putusan nomor Nomor 3192 K/Pdt/2012 ,
StandChart malah divonis membayar Rp 1 miliar!
7)
Hagus Suanto
Hagus Suanto
menggugat penarikan biaya administrasi kartu kreditnya selama kurun waktu
2005-2007. Gak main-main, dia menggugat dua bank sekaligus, yaitu Citibank dan
BCA. Hagus memiliki kartu kredit Citibank dan membayar lewat BCA setiap bulan
selama 2 tahun hingga akhirnya dia tahu ada pengenaan biaya administrasi Rp 5
ribu per transaksi pelunasan. Dia yakin benar pembebanan biaya itu melanggar
hukum. Jadilah dia memasukkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada
2011. Yang lebih keren, dia menghadapi dua bank itu tanpa pengacara! Usahanya
gak sia-sia. Gugatan nasabah bank asal Amrik ini dimenangkan pengadilan.
Menurut berita Kontan.co.id, Citibank terbukti bersalah dan divonis membayar Rp
2,4 juta plus Rp 900 ribu kepada Hagus.
8)
Class Action
Class action
adalah gugatan hukum yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat. Dalam
hal ini, gugatan 616 nasabah Bank Perkreditan Rakyat Bungbulang, Garut, bisa
disebut sebagai class action. Dalam sejarah gugatan perbankan hingga 2015, baru
sekali ini class action nasabah bank dimenangkan pengadilan. Gugatan ini
bermula saat BPR Bungbulang dilikuidasi pada 2007, sehingga seluruh nasabahnya
kehilangan uang yang disimpan di bank itu. Setelah bertahun-tahun nasib duit
yang hilang itu gak jelas, akhirnya mereka menggugat manajemen BPR Bungbulang
dan pemerintah Garut secara bersama-sama. Di pengadilan, BPR Bungbulang divonis
bersalah. Pihak tergugat dihukum mengembalikan tabungan ratusan juta rupiah dan
deposito miliaran rupiah kepada 616 nasabahnya lengkap dengan bunganya seperti
di atur di putusan bernomor 12/PDT.G/2013/PN-GRT .
Terimakasih sangat menambah pengetahuan saya...😊
BalasHapus